Jakarta, CNBC Indonesia – KPK mengungkapkan fakta-fakta potensi kerugian negara dalam penyelenggaraan pembangunan tol di Indonesia selama pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini terungkap dalam penyampaian hasil Kajian Pencegahan Korupsi bertajuk Tata Kelola Penyelenggaraan Jalan Tol pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beberapa waktu lalu.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir pembangunan panjang jalan tol di Indonesia meningkat drastis. Data KPK mencatat setidaknya total panjang jalan tol tersebut mencapai 2.923 km-yang mencakup 33 ruas jalan tol–dengan rencana investasi sebesar Rp593,2 triliun.
Namun demikian, terdapat fakta-fakta pada penyelenggaraan jalan tol yang harus segera dibenahi oleh Kementerian PUPR.
1. Proyek Terlambat
Terlambatnya proses pembangunan jalan tol yaitu 43% ruas jalan dengan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) sebelum tahun 2015 belum beroperasi penuh dan 64% ruas dengan PPJT 2015 s.d 2022 juga belum beroperasi penuh.
2. Biaya Konstruksi Bengkak
Terjadi peningkatan biaya konstruksi sebesar Rp55 triliun atau 33% dari rencana awal. Terdapat 34 ruas jalan tol yang mengalami perubahan biaya konstruksi di luar pengurangan seksi ruas jalan tol.
3. Masa Konsesi Bertambah
Sebanyak 20 proyek tol dari 56 ruas tol (35,7%) ruas jalan tol mengalami perpanjangan masa konsesi.
4. Proyek Dialihkan di Tengah Jalan
Pengalihan saham pengendali Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebelum waktu pembangunan selesai. Contohnya, ruas jalan tol Kayu Agung Kapal Betung, Ciawi-Sukabumi, Cimanggis-Cibitung, Pejagan-Pemalang, dan Pemalang-Batang.
“Kita harap sesudah ini akan ada rencana aksi perbaikan apa yang harus dilakukan bersama. Kita harap rekomendasi yang diberikan dapat dijalankan agar menutup potensi kerugian keuangan negara yang berasal dari korupsi,” ujar Pahala.
Ada 6 Akar Masalah di Proyek Tol Jokowi:
Kepala Satuan Tugas Direktorat Monitoring KPK Juliawan Superani juga menjelaskan, kajian KPK telah memotret enam permasalahan utama dari penyelenggaraan jalan tol, yang perlu segera ditangani bersama oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.
Pertama, adalah tidak akuntabelnya perencanaan pembangunan. Perencanaan jalan tol masih diatur melalui SE Direktur Jenderal Bina Marga No. 16/SE/Db/2020 tentang Juknis Perencanaan Jalan Tol. Padahal, berdasarkan PP No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kebijakan perencanaan jalan tol disusun dan ditetapkan oleh menteri setiap lima tahun sekali dan dapat ditinjau kembali.
Kedua, KPK mendeteksi lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan.
Ketiga, adalah adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor.
Keempat, lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol.
Kelima, belum adanya pengaturan detail atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol.
Keenam, adalah tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah.
Kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT. Terdapat 12 BUJT yang belum mampu mengembalikan dana BLU sebesar Rp4,2 triliun dan delapan di antaranya belum dapat menyelesaikan pembayaran pada 2024.
Terkait pembayaran terhadap nilai tambah bunga dana bergulir sebesar Rp394 miliar yang merupakan pendapatan negara. Akibatnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp4,5 triliun.
KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi perbaikan yaitu:
– Perlunya menyusun kebijakan perencanaan jalan tol secara komprehensif dan menetapkannya melalui Keputusan Menteri.
– Merekomendasikan penggunaan Detail Engineering Design (DED) sebagai acuan pelaksanaan lelang pengusahaan jalan tol.
– Perlu dilakukan evaluasi atas substansi PPJT serta meningkatkan kepatuhan pelaksanaannya.
– Evaluasi PerMen PUPR No. 1 Tahun 2017 jo. No. 3 Tahun 2021, terkait persyaratan dan penilaian kemampuan calon peserta lelang agar dapat menjaring lebih banyak investor yang berkualitas dari berbagai sektor.
– Perlunya menyusun regulasi tentang benturan kepentingan di lingkungan BPJT. Selanjutnya, perlu pula disusun peraturan turunan UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan Tol terkait teknis pengambilalihan konsesi dan pengusahaan jalan tol pasca berakhirnya hak konsesi. Dan rekomendasi terakhir berdasarkan kajian KPK adalah perlunya dilakukan penagihan dan memastikan pelunasan pengembalian pinjaman dana bergulir pengadaan tanah dari BUJT.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan apresiasi terhadap kajian yang dilakukan oleh KPK. Menurutnya, kajian ini merupakan petunjuk bagi lembaganya untuk melakukan perbaikan tata kelola untuk menambah titik-titik rawan tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan jalan tol.
“Tata kelola di dalam ini akan segera kami evaluasi dan jika ada tumpang tindih akan segera diperbaiki. Kita sudah membuat peraturan untuk mengklirkan tupoksi antara DJBM, DJPI, dan BPJT. Kami usulkan dan semoga cepat disetujui,” ujarnya
Sumber: cnbcindonesia