Pemerintah telah memberikan insentif untuk kendaraan listrik. Motor listrik dapat subsidi Rp 7 juta dan mobil listrik diberi keringanan PPN dari 11% menjadi hanya 1%. Namun, banyak kritik yang dilontarkan untuk kebijakan subsidi kendaraan listrik ini.
Insentif kendaraan listrik ini bertujuan untuk menggenjot penggunaan kendaraan ramah lingkungan. Program tersebut bertujuan untuk mendorong percepatan adopsi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan menarik investor kendaraan listrik masuk ke Indonesia.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), disebutkan percepatan program kendaraan listrik didorong dalam rangka peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, konservasi energi sektor transportasi, serta terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih, dan ramah lingkungan. Juga yang terpenting adalah mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM).
Namun, menurut Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), subsidi kendaraan listrik ini kurang tepat. Sebab, Indonesia sedang mengalami krisis transportasi umum dan krisis keselamatan lalu lintas.
“Saat ini, transportasi umum di perkotaan dan di pedesaan tidak lebih dari 1 persen yang beroperasi. Pesatnya perkembangan industri sepeda motor telah mengalihkan pengguna dari angkutan umum ke sepeda motor. Dampaknya 80 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan sepeda motor, lantaran tidak disertai edukasi menggunakan sepeda motor dengan benar. Belum lagi subsidi BBM yang menggerus APBN,” kata Djoko dalam keterangan tertulis.
Menurut Djoko, tujuan memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor listrik dan mobil listrik dituding lebih untuk menolong industri yang sudah berinvestasi. Padahal, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki.
“Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan. Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat,” katanya.
“Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik,” ucapnya.
Maka itu, Djoko menyebut program insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan kepada perusahaan angkutan umum. Hal ini diharapkan juga bisa memperbaiki layanan angkutan umum.
“Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan,” ujarnya.
Dia bilang, ada keuntungan yang didapat jika bantuan insentif dialihkan untuk mendorong pengembangan industri kendaraan listrik diberikan kepada angkutan umum.
“Setidaknya, akan mendapat empat keuntungan. Dengan memberikan subsidi kepada perusahaan angkutan umum, selain akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan (menekan emisi udara) sekaligus mereduksi kemacetan. Selain itu dapat menurunkan angka kecelakaan dan angka inflasi di daerah,” jelasnya.
Sumber: Detikoto