Tumbuh paling rendah pasca pandemi, sektor pariwisata ASEAN membutuhkan strategi yang lebih agresif. Karena itulah, konektivitas menjadi salah satu kesepakatan penting dalam ASEAN Tourism Forum (ATF) pada tahun ini.
YOGYAKARTA — Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sepakat untuk memperkuat konektivitas di antara kawasan sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan geliat sektor pariwisata pasca pandemi COVID-19. Konektivitas menjadi hal yang krusial untuk mengundang wisatawan dari negara-negara lain agar dapat mengunjungi ASEAN dengan mudah.
“Diskusi saya dengan kolega-kolega saya di sini, adalah tentang konektivitas. Bagaimana kita dapat meningkatkan konektivitas dan perjalanan tanpa hambatan di dalam kawasan ASEAN,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno usai pertemuan menteri-menteri pariwisata ASEAN di Yogyakarta, Minggu (5/2) petang.
Sandi mengatakan tantangan ASEAN adalah mempermudah dan memperbanyak penerbangan langsung, dari kota-kota utama mulai dari Indonesia, Brunai Darussalam, Filipina dan Malaysia. Dalam kerangka lebih luas, upaya yang sama juga berlaku untuk Jepang, Korea Selatan China, India serta Rusia.
Organisasi pariwisata PBB, UNWTO, mencatat ada lebih 900 juta wisatawan melakukan perjalanan internasional pada 2022, dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, jumlah itu baru sekitar 63 persen dari total perjalanan wisatawan internasional sebelum pandemi. Timur Tengah dan Eropa tumbuh paling tinggi, sekitar 83 persen dari sebelum pandemi. Amerika dan Afrika tumbuh 65 persen, sedangkan kawasan Asia dan Pasifik tumbuh paling kecil, yaitu baru sekitar 23 persen dari saat sebelum pandemi.
Butuh Usaha Kolektif
Menteri-menteri pariwisata ASEAN terlibat dalam pembicaraan intensif membahas penerbangan langsung yang lebih banyak di masa depan. China adalah salah satu negara yang agresif dalam upaya ini, dengan rencana pembukaan jalur penerbangan langsung akhir bulan ini ke sejumlah destinasi di ASEAN.
“ASEAN membutuhkan upaya kolektif dalam hal bagaimana kita menarik turis China yang masuk ke wilayah ini, tidak hanya untuk mengunjungi satu negara, tetapi juga negara lain sebagai destinasi,” ujar Sandiaga.
Indonesia membawa semangat Presidensi G20 dalam implementasi Bali Guidelines G20 dengan memperkuat upaya pemulihan melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. ASEAN juga harus menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia di bawah kerangka rencana strategis pariwisata ASEAN pada 2016-2025.
ASEAN telah melakukan banyak hal, di antaranya penyeragaman standar kompetensi tenaga profesional bidang pariwisata dengan menerapkan “The ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals” (ASEAN MRA-TP). ASEAN juga menerapkan tagline baru “A Destination for Every Dream” sebagai bagian dari upaya promosi bersama.
Dalam upaya bangkit pasca pandemi, Intra-ASEAN Tourism Recovery Campaign dilaksanakan dengan dukungan Canadian Trade and Investment Facility for Development. Implementasi ASEAN Guidelines on Hygiene and Safety for Tourism Professionals and the Community in the Tourism Industry juga terus didorong. Begitu juga dengan pengembangan ASEAN Safe Travel Stamp certification.
Fokus Koneksi Penerbangan
Menteri Informasi, Budaya dan Pariwisata Laos Suanesavanh Vignaket menekankan bahwa ASEAN memiliki kekuatan kohesif dan kolaboratif yang harus diperhitungkan di dunia, kata Suanesavanh. Karena itulah, para menteri pariwisata sepakat untuk bersama-sama menawarkan paket wisata terpadu.
Suanesavanh juga mengakui bahwa konektivitas adalah tantangan bagi ASEAN.
“Dan untuk mewujudkan itu, langkahnya adalah dengan mengidentifikasi bandara internasional dan sekunder, yang dapat digunakan untuk tujuan memperluas penerbangan langsung, tidak hanya menuju kota-kota utama kita, tetapi juga ke destinasi yang sedang berkembang,” ujarnya.
Laos, kata Suanesavanh, menyambut gembira upaya ekspansi penerbangan langsung yang diupayakan terwujud tahun ini, di antaranya dengan India, China dan Korea.
“Yang kedua adalah pembahasan terkait visa. Ini adalah tantangan terdekat dalam upaya menarik pasar China dan India, dan oleh karena itu kami sepenuhnya mendukung liberalisasi kebijakan visa dan upaya memperlancar urusan visa di kawasan ini,” tambah Suanesavanh.
Duta Besar India untuk ASEAN Jayant N. Khobragade menyambut positif upaya sektor pariwisata kawasan ini untuk memperbaiki konektivitas.
“Untuk lebih memperkuat kerja sama ASEAN-India di bidang pariwisata, pertemuan ini telah mengesahkan Rencana Kerja Pariwisata ASEAN-India 2023-2027, yang mencakup 17 kegiatan selama 5 tahun ke depan,” ujarnya terkait program bersama yang disepakati ke depan.
ASEAN dan India juga meneguhkan dukungan terhadap usaha mikro-kecil menengah (UMKM) pariwisata dan upaya membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi komunitas lokal.
Sementara ASEAN dan tiga negara, Jepang, Korea Selatan dan China (ASEAN Plus Three) mencatatkan sejumlah hasil pertemuan juga, sebagaimana dipaparkan Menteri Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang Hiroo Ishii.
“Pertemuan ini mencatat bahwa berdasarkan angka awal pada tahun 2022 negara-negara ASEAN Plus Three memiliki peningkatan kedatangan wisatawan internasional sekitar 79,36 persen, year on year,” kata Ishii.
Sektor pariwisata ASEAN Plus Three juga memiliki optimisme akan pulih dari dampak pandemi dalam 2-3 tahun ke depan, dengan terpenuhinya program vaksinasi COVID-19 dan standar kesehatan yang diterapkan.
Problem Klasik Kawasan
Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Pelita Harapan (UPH) Profesor Dr. Diena M. Lemy, A.Par., M.M., CHE mengatakan fokus kawasan pada konektivitas adalah pilihan rasional.
“Konektivitas di kawasan Asia Pasifik menjadi tantangan karena pertama, adanya perbedaan kebijakan baik politik maupun aturan dalam dan luar negeri di masing-masing negara dalam kawasan ini,” ujarnya kepada VOA.
Dampak perbedaan itu muncul pada tingkat keterbukaan dan kepercayaan antarnegara.
Tantangan konektivitas juga muncul, karena kategori negara di kawasan ini yang beragam.
“Di kawasan ini terdapat negara maju, negara berkembang dan juga negara dunia ketiga. Ini berdampak besar dalam upaya membangun kerjasama, di mana kepercayaan dan komitmen sangat dibutuhkan,” tambah Diena.
“Salah satu hal yang terdampak adalah konektivitas, di mana cost and benefit juga menjadi pertimbangan. Selain itu, terdapat kondisi yang berbeda juga pada maskapai penerbangan di masing-masing negara untuk mampu mengisi industri penerbangan yang mampu mengisi konektivitas tersebut,” ujarnya lagi.
Ekspansi penerbangan antarwilayah untuk menguatkan konektivitas, juga memiliki tantangan, terutama komitmen eksternal maupun internal. Tantangan eksternal, terutama kondisi geopolitik, dipengaruhi oleh kestabilan keamanan dunia serta kondisi perubahan iklim.
“Dua hal ini berpengaruh terhadap motivasi perjalanan wisatawan yang berdampak pada demand terhadap industri penerbangan,” tambah Diena.
Sementara tantangan internal adalah bagaimana para menteri pariwisata ASEAN mendapatkan dukungan dari negara masing-masing.
“Seringkali banyak komitmen yang tidak dapat tereksekusi baik karena permasalahan di ranah yang lebih teknis. Jadi, untuk memastikan terwujudnya komitmen tersebut harus ada pengawalan terhadap semua komitmen agar benar-benar dilaksanakan,” tegas Diena yang juga Sekjen Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (HILDIKTIPARI).
Diena juga menambahkan, bersaing dan bekerja sama bagi negara-negara ASEAN adalah suatu keniscayaan. Pada masa di mana konektivitas menjadi sangat penting agar dapat menghasilkan yang optimal, maka negara-negara ASEAN harus berkolaborasi.
“Salah satu contohnya adalah membuka border untuk sesama negara ASEAN dan memberikan kemudahan pelaku perjalanan antarnegara tersebut. Kolaborasi lainnya adalah membuka travel pattern antarnegara,” tambahnya.
“Saat ini, kepariwisataan yang dikembangkan juga harus didasari oleh konsep sustainable tourism yang memastikan bahwa kepariwisataan akan mampu mendorong terjadinya keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan budaya dan keberlanjutan lingkungan melalui tata kelola yang baik,” kata anggota Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC) itu.
Sumber: voaindonesia