Thursday, April 25, 2024
HomeGlobal NewsKiprah DPRD Provinsi Jambi Menuju 'Jambi Mantap 2024' Lewat Merdekakan SAD 113...

Kiprah DPRD Provinsi Jambi Menuju ‘Jambi Mantap 2024’ Lewat Merdekakan SAD 113 dari Konflik Lahan

Samsul Bahri, TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI- Suku Anak Dalam (SAD) 113 akhirnya mendapatkan sertifikat tanah yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo Kamis (1/12) lalu. Penyerahan sertifikat tanah dilakukan Se-Indonesia, dan SAD 113 masuk dalam bagian dalam penyerahan sertifikat tersebut secara virtual.

Untuk mendapatkan sertifikat tanah tersebut tidaklah mudah, butuh perjuangan hampir 37 tahun lamanya hingga pada akhirnya masyarakat SAD 113 mendapatkan hak tanah. Penyerahan sertifikat tanah tersebut diberikan setelah kasus konflik lahan yang terjadi terselesaikan dengan cara baik.

Peran Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto tidak terlepas dari terselesainya kasus konflik lahan tersebut. Komitmen Edi Purwanto yang kuat dalam mengawal penyelesaian ini, karena butuh waktu berbulan-bulan lamanya sehingga konflik lahan ini diselesaikan melalui musyawarah pihak-pihak yang terlibat, utamanya pihak PT Berkah Sawit Utama (BSU). Penyelesaian ini diawali dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan DPRD Provinsi Jambi yang melibatkan sejumlah anggota DPRD Provinsi Jambi.

“Awalnya kita membentuk pansus konflik lahan dan ada laporan konflik lahan masuk ke pansus dan setidaknya ada 21 konflik lahan yang dilakukan upaya penyelesaian dan salah satunya konflik lahan SAD 113 dengan PT BSU yang persoalannya sudah berlarut-larut,”ujarnya.

Disisi lain, diungkapkan oleh Edi Purwanto bahwa pembentukan pansus ini pun tidak luput dari rasa pesimis berbagai pihak. Apalagi pansus konflik lahan ini merupakan pansus konflik lahan yang pertama di Indonesia, tentu kata Edi Purwanto ini menjadi bagian dari pembuktiannya dalam berkomitmen untuk fokus dalam penyelesaian konflik lahan yang ada di Provinsi Jambi.

“Masyarakat yang selama ini apatis terhadap pansus konflik lahan dprd provinsi jambi. Apalagi ini merupakan pansus itu pertama di indonesia. Sehingga muncul keraguan terhadap kerja-kerja pansus konflik lahan ini,”katanya.

Sementara itu, dorongan dari pembentukan pansus konflik lahan ini kata Edi Purwanto adalah upaya untuk menurunkan posisi persoalan agraria di Provinsi Jambi. Edi Purwanto mengungkapkan bahwa Provinsi Jambi berada pada peringkat kedua persoalan agraria se Indonesia. Persoalan tersebut adalah persoalan lama yang tidak terselesaikan.

“Ini bagian dari tugas saya sebagai ketua dprd jambi, tugas pemerintah, tugas kita semua agar konflik-konflik lahan yang banyak merugikan masyarakat kita untuk selesai dengan baik, dan saya yakin dan percaya melalui pansus ini, konflik lahan bisa terurai persoalan dan rekomendasi penyelesaiannya,”katanya.

Lebih lanjut disampaikan oleh Edi Purwanto bahwa fokus pada Suku Anak Dalam (SAD) 113 juga bagian dari mengejawantahkan komitmen Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang serius untuk memperjuangkan hak-hak dari suku anak dalam Jambi khususnya. Edi Purwanto mengungkapkan bahwa pada kunjungan Joko Widodo ke Provinsi Jambi, bertemu dengan SAD juga adalah bagian utama dari kunjungan Joko Widodo.

“SAD menjadi perhatian khusus bagi pak presiden, Joko Widodo. Kita ingat 2015 lalu presiden datang ke jambi langsung meninjau SAD dan berkomitmen untuk memperhatikan nasib SAD dan kami DPRD Provinsi Jambi memiliki semangat yang sama,”terangnya.

Sementara itu, dalam proses mengurai benang kusut dari konflik SAD 113 dengan PT BSU ini juga tidak mudah. Hampir delapan bulan pansus bekerja hingga menghasilkan rekomendasi, diakui oleh Edi Purwanto ini juga tidak selesai begitu saja.

“Ini juga tidak mudah ketika kita memanggil pihak-pihak untuk mendengarkan seperti apa duduk perkara konflik lahan yang terjadi hampir 37 tahun ini. Awalnya pansus ini kita buat selama enam bulan, namun karena belum cukup akhirnya kita tambah dua bulan,”terangnya.

Bahkan untuk memastikan persoalan konflik lahan ini, dirinya bersama dengan Danrem 045/ Gapu, Brigjen TNI Supriono, pihak kepolisian, ATR BPN dan pihak terkait lainnya turun ke lokasi konflik lahan melakukan pemasangan patok. Setelah itu juga dilakukan beberapa kali rapat di ATR/BPN namun tidak mendapatkan keputusan dari permasalahan tersebut.

“Akhirnya mohon maaf, saya rapat di rumah dinas saya bersama Pak Dirjen dan forkopimda serta perwakilan SAD. Kemudian SAD minta kepada kita untuk difasilitasi ketemu dengan pihak BSU. Ya tentu kalau SAD sebagai masyarakat meminta itu kita fasilitasi, karena yang kita inginkan adalah penyelesaian dengan cara baik,”katanya.

Setelah itu kata Edi Purwanto, empat hari kemudian kembali dilakukan pertemuan antara SAD dan PT BSU di rumah dinasnya. Pada pertemuan yang dilakukan dengan cara musyawarah ini, melalui kebijakannya memberikan waktu untuk kedua belah pihak musyawarah selama satu minggu.

“Alhamdulillah pada akhirnya dapat keputusan yang sama-sama kita harapkan, keputusan yang baik antara kedua belah pihak. Persoalan kasus konflik lahan yang terjadi hampir 37 tahun terselesaikan dengan cara yang baik, dimana PT BSU menyerahkan lahan seluas 750 hektare dan ditambah dengan 20 hektare lahan untuk fasilitas umum dan permukiman,”ungkapnya.

Penyelesaian yang tidak mudah ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat secara virtual oleh Joko Widodo dan secara langsung oleh Menteri ATR BPN, Hadi Tjahjanto di wilayah SAD 113 Desa Singkawang, Kabupaten Batanghari. Sebelumnya, Hadi Tjahjanto memberikan penghargaan kepada Edi Purwanto di Jakarta (7/12) lalu atas prestasi dalam penyelesaian konflik masyarakat SAD 113. Edi Purwanto menyebut bahwa keberhasilan dari penyelesaian kasus konflik tidak terlepas dari kolaborasi bersama.

“saya ucapkan terima kasih kepada unsur forkopimda terutama pak Danrem, kami mengapresiasi pak danrem yang turun ke lapangan dengan saya selesaikan persoalan ini, karena sekali lagi saya katakan bahwa ini tidak mudah perlu pertarungang yang luar biasa,”ujarnya.

Lebih lanjut disisi lain, Edi Purwanto juga mengucapkan terima kasih kepada pak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Menteri ATR BPN, Hadi Tjahjanto yang turun langsung memberikan sertifikat tanah tersebut kepada SAD 113 meski dengan perjalanan yang cukup jauh.

“Saya ucapkan juga kepada pak Menteri yang sudah secara langsung menyerahkan sertifikat kepada masyarakat SAD 113. Semoga ini menjadi semangat kita bersama untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik lahan yang ada di Provinsi Jambi,”tuturnya.

Keberhasilan dalam menyelesaikan kasus konflik lahan yang terjadi selama 37 tahun ini, bisa membuka pemikiran bahwa pansus konflik lahan yang diinisiasi oleh Edi Purwanto dan meskipun ini baru pertama di Indonesia, pansus ini bisa menyelesaikan konflik lahan yang tentunya kata Edi Purwanto jauh dari kericuhan kedua belah pihak.

“Masyarakat yang selama ini apatis terhadap pansus konflik lahan dprd provinsi jambi walaupun pansus itu pertama kali di indonesia dibuat, alhamdulilah sudah menghasilkan satu keputusan yang baik, sesuai dengan tujuan dan harapan kita dari membuat pansus konflik lahan. Alhamdulillah beberapa tempat di Indonesia sudah menjadikan pansus konflik lahan dprd provinsi jambi ini sebagai role model dalam penyelesaian agraria,”ucapnya.

Edi Purwanto menerangkan bahwa tiga prinsip yang digunakan dalam penyelesaian konflik lahan yakni prinsip kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Kata Edi Purwanto jika ketiga prinsip ini dilaksanakan dengan cara baik, maka penyelesaian konflik lahan akan terselesaikan dengan cara baik pula.

“Pinsipnya kita harus menggunakan prinsip dalam penyelesaian ini, pertama aspek pemanfaatan itu sendiri, ada aspek keadilan dan kepastian hukum. Insha allah jika ketiganya sudah kita terapkan maka akan terselesaikan dengan cara baik semuanya,”ujarnya.

Edi Purwanto menegaskan bahwa jika dalam penyelesaian konflik lahan langsung pada pendekatan hukum, maka hal tersebut akan sulit mencapai suatu rasa keadilan pada kedua pihak yang berkonflik. Maka memang kata Edi Purwanto,pendekatan-pendekatan politik dan hukum ada satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut.

“Ketika para pihak duduk bersama, diskusi bersama dan pemerintah sebagai wasitnya, sebagai penjaga konstitusi ini bisa berada di tengah menyelesaikan konflik. Maka terwujud menyelesaikan masalah tanpa masalah dan jangan menyelesaikan masalah menimbulkan masalah baru di lapangan,”paparnya.

“Setelah ini ada tanggungjawab kita untuk mensejahterakan masyarakat, kita bergandengan tangan antara korporasi dengan pemerintah.Saya berharap kesadaran kolektif dari korporasi- korporasi yang lain bisa meniru PT BSU sehingga nanti bisa selesai dengan baik dan menggembirakan, sehingga jambi terbebas dari konflik lahan,”pungkasnya.

Sumber: Tribunn Jambi

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

- Advertisment -

Most Popular