Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Prof Kurnia Toha SH LLM PhD mengatakan persaingan usaha mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi usaha, pengembangan teknologi dan inovasi untuk lebih berkualitas dan pelayanan yang lebih baik.
“Tentunya konsumen akan mendapatkan barang yang lebih berkualitas, pelayanan yang prima dengan harga yang lebih murah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Prof Kurnia Toha, di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Sabtu.
Pada sisi lain, kata dia lagi, persaingan juga akan menciptakan beberapa pelaku usaha unggul atau menang bersaing, sehingga akan menciptakan konsentrasi pasar, oligopoli, dan bahkan monopoli.
Mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu lebih lanjut mengatakan monopoli dan penguasaan pasar merupakan konsekuensi logis dan mesin yang mendorong pelaku usaha untuk lebih maju serta menjadi perusahaan kelas dunia.
Apabila ini yang terjadi, katanya pula, maka seharusnya merupakan sesuatu yang membahagiakan dan diimpikan oleh semua pelaku usaha dan pemerintah.
Lebih lanjut, Prof Kurnia Toha menyebutkan terciptanya perusahaan kelas dunia yang super besar menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang makin lebar antara si kaya dan si miskin.
Fenomena ini di Amerika Serikat (AS) melahirkan pertentangan dari Kelompok Neo-Brandeis yang pada akhir-akhir ini mendapatkan dukungan dari Pemerintah Presiden Trump dan Presiden Joe Biden.
Pendukung paham ini yang disebut juga dengan paham populis yang menyatakan bahwa monopoli adalah jahat. Monopoli dan konsentrasi pasar bukan hanya merusak sektor ekonomi, akan tetapi merusak demokrasi.
Monopoli dan oligarki berkuasa melebihi pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Mereka berpendapat bahwa penegak hukum persaingan usaha harus mempunyai pemikiran anti-besar dan lebih agresif.
Menurutnya, kekhawatiran yang berkembang di AS dapat saja tepat, karena persaingan memang telah menciptakan perusahaan yang super besar dan kesenjangan sosial yang lebar.
Perusahaan-perusahaan bukan hanya menguasai ekonomi AS, akan tetapi unggul di dunia. Hal ini terlihat Top Global 500 Fortune selalu dikuasai perusahaan AS, kemudian pada beberapa tahun terakhir perusahaan China bisa masuk dalam jajaran perusahaan besar tersebut.
Berbeda di Indonesia, perusahaan yang masuk Top Global 500 Fortune hanya PT Pertamina. Kekhawatiran yang terjadi di AS tidak perlu terjadi dan menjadikan penegakan hukum persaingan mencegah pengaruh monopoli dan oligarki pada pemerintah tidaklah tepat.
“Demokrasi adalah liberalisasi bidang politik, karenanya harus diselesaikan melalui mekanisme hukum konstitusi, dan hukum lainnya bahkan hukum pidana, misalnya kalau terjadi suap atau sumbangan ke partai atau calon yang melebihi ketentuan yang berlaku,” katanya pula.
Ia menambahkan, pengurangan kesenjangan pendapatan antara yang kaya dan miskin memerlukan berbagai kebijakan pemerintah dan penegakan hukum bukan hanya hukum persaingan usaha, dan harus bersamaan dengan penegakan hukum-hukum terkait lainnya.
Saat ini, pemerintah telah banyak mengatur dan mempunyai berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti program kemitraan, pemberian kredit dengan bunga yang lebih murah, program CSR, program pelatihan, dan lain sebagainya, katanya lagi.
Sumber: Antara Jambi