Jakarta, CNBC Indonesia – Sejak abad ke-20, situasi global makin tidak menentu. Tensi politik di berbagai kawasan meningkat seiring waktu.
Di Timur Tengah ada konflik antara negara Arab dengan Israel. Di kawasan Eropa, ada Rusia yang mengusik ketenangan negara Barat. Sedangkan di Asia, Cina selalu membuat risau banyak negara karena pergerakannya di Laut China Selatan dan Taiwan, misalnya.
Hingga akhirnya, itu semua teralihkan dengan kemunculan konflik Rusia dan Ukraina. Konflik dua negara itu, menurut eks-PM Inggris Boris Johnson di BBC, terbesar sejak Perang Dunia 2 usai.
Masalahnya, konflik Rusia-Ukraina tidak hanya pertarungan dua negara saja, melainkan lebih dari itu. Ukraina didukung penuh oleh North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang pondasi kekuatan utamanya adalah AS. Sementara Rusia, meski tak ada aliansi yang mendukungnya, beberapa negara tercatat mendukung aksi Moskow, baik secara eksplisit atau tidak, seperti China dan India.
Dua negara itu memang dekat dengan Rusia. Keduanya aktif melakukan jalinan perdagangan secara kuat. Bahkan India, catat riset berjudul “The Influence of Arms” (2021), telah menjalin hubungan militer secara mapan sejak zaman Soviet.
Artinya, potensi terjadi perang besar semakin nyata. Apalagi Rusia dan Ukraina, yang dibekingi AS, sama-sama memiliki persenjataan nuklir mumpuni. Mereka punya aturan penggunaan. Bahwa nuklir akan dipakai jika negaranya diserang lebih dulu oleh nuklir.
Namun, aturan tersebut tidak membuat dunia aman dari nuklir. Mengutip New York Times, situasi makin tidak karuan ketika Rusia keluar dari perjanjian nuklir, New Start, pada akhir Februari lalu.
Parahnya lagi, ketegangan tak hanya terjadi juga di Eropa, melainkan terjadi juga di Asia. China selalu mengusik Taiwan dan AS. Dalam pewartaan CNBC Indonesia (7/3/2023), China dikabarkan akan “masuk” ke Taiwan yang dipercaya akan membuat potensi perang makin terbuka.
Atas permasalahan seperti itu muncul pertanyaan: seberapa besar potensi Perang Dunia 3? Untuk menjawab pertanyaan ini bisa dilihat dari perspektif sejarah.
Situasi seperti ini bukan yang pertama terjadi di dunia. Dan pernah terjadi menjelang munculnya Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2.
Sebagaimana catatan Britannica, pada situasi sebelum Perang Dunia 2, misalnya, tidak ada aliansi antara Jerman, Jepang, dan Italia. Ketiganya hanya menjalin hubungan diplomatik seperti biasa.
Barulah karena memiliki persamaan tujuan, ideologi, dan musuh yang sama, mereka membentuk aliansi yang dikenal Blok Poros. Blok Poros kemudian berperang melawan Inggris, Prancis, dan belakangan AS yang lantas membentuk Blok Sekutu.
Beranjak dari paparan ini dan melihat pada situasi global sekarang, artinya kemungkinan terjadinya perang dunia memang ada. Dan melihat fakta bahwa Rusia dan China punya kesamaan musuh, yakni AS dan sekutu, maka peluangnya semakin besar.
Namun, analis militer dari China menyebut, jika NATO sampai ikut terlibat maka probabilitas terjadinya Perang Dunia 3 akan makin meningkat.
“Selama NATO terlibat secara langsung, situasi akan segera berubah menjadi konfrontasi antara NATO dengan Rusia, dan kemungkinan Perang Dunia 3 pecah di Eropa akan semakin tinggi,” kata analis militer China, Song Zhongping kepada Global Times.
Lalu dimana saja lokasi pertempuran?
Pada Perang Dunia 2 lokasi pertempuran terfokus di Eropa dan Asia Pasifik. Ini terjadi karena di sanalah ketegangan bermula. Jerman dengan semangat lebensraum atau ruang untuk hidup berpandangan harus menguasai seluruh Eropa. Alhasil, mereka menyerang dan menaklukkan negara tetangganya.
Dan Jepang, catat Ari Subiakto dalam Kronik Perang Dunia 2 (2015), menyerang agresif terhadap negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.
Bagaimana dengan prediksi PD 3?
Jika melihat pada awal ketegangan, kemungkinan akan terjadi di Eropa dan Asia. Ini diungkap oleh Robert Farley, pengajar studi keamanan dan diplomasi di The Patterson School AS di 19fortyfive.
Peluang itu terjadi karena di Asia ada Taiwan yang menjadi titik panas antara China dan AS. China menganggap Taiwan sebagai provinsinya, tetapi pulau itu sebaliknya.
Meski belum mengakui kemerdekaan Taiwan, AS, merupakan pendukung utama Taipei. Di mana Washington sudah menyokong sejumlah hal untuk pulau ini termasuk militer.
Lalu, kemungkinan lain terjadi di Iran dan Korea Utara. Dan kawasan yang tak luput dari perang adalah Eropa yang menjadi titik panas antara Rusia dengan barat.
Meski terfokus di beberapa titik, perang pada dasarnya berdampak luas di seluruh dunia. Artinya, perang harus dihindari. Diplomasi menjadi hal utama untuk mencegah terjadinya perang.
Sumber: cnbcindonesia