Masyarakat Indonesia tengah diramaikan dengan masa kampanye pemilu 2024 yang telah berlangsung sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Masa tenang akan dimulai pada 11 hingga 13 Februari 2024. Dan pemungutan serta perhitungan suara akan dilaksanakan pada 14 dan 15 Februari 2024. Selanjutnya rekapitulasi hasil perhitungan suara akan digelar pada 15 Februari 2024 hingga 20 Maret 2024.
Setiap menjelang tahun politik, generasi muda selalu menjadi rebutan para politikus. Para calon presiden atau wakil presiden akan berusaha mendapatkan perhatian dan menyesuaikan dengan karakteristik generasi tersebut.
Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 jiwa. Dari jumlah kurang lebih 55 hingga 60 persen diantaranya merupakan pemilih muda atau sekitar 106.358.447 jiwa
Fakta menarik dalam Pemilu kali ini datang dari data Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) yang menunjukkan penentu masa depan Indonesia bergantung dari pilihan generasi milenial sebagai kontributor suara tertinggi, sebanyak 33%.
Data Lemhanas RI menunjukkan demografi pemilih terbagi menjadi lima tipe generasi dengan kontribusi persentase jumlahnya dengan pendefinisian setiap generasi berdasarkan situs Indonesia baik milik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Foto: BPS Proporsi penduduk RI |
Generasi milenial yang lahir pada periode (1981-1996) menjadi pemegang suara sebanyak 33%. Generasi X kelahiran (1965-1980) akan menjadi pemilih dengan jumlah suara terbesar kedua sebanyak 28%.
Sementara, Generasi Z yang terhitung lahir (1997-2012) akan memegang peranan dalam pemilihan sebanyak 23% suara. Generasi Baby Boomer kelahiran era (1946-1964) berperan 14% suara. Generasi Pre-Boomer yang lahir sebelum (1945) menjadi pemilih terkecil hanya 2%.
Hal yang wajar bila kelompok milenial paling diincar menjelang Pemilu 2024. Karena itulah bakal calon presiden (bacapres) seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto harus mampu menggaet kelompok muda ini agar suara mereka terdongkrak.
Generasi Z, identik dengan hal-hal baru dan terbuka terhadap isu global, kini memiliki peran penting dalam menentukan arah Indonesia.
Gen Z bersama dengan generasi milenial, memiliki potensi besar sebagai kelompok usia produktif yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kesadaran mereka terhadap peran dalam pemerintahan dan partisipasi dalam Pemilu 2024 menjadi kunci untuk memaksimalkan bonus demografi ini. Meskipun memiliki kelebihan, Gen Z juga dihadapkan pada kekurangan, seperti individualisme, kurang fokus, ketidak kesabaran, dan emosi yang labil.
Selain itu, pemilih terbesar ketiga berasal dari generasi Z yang bisa memilih atau dengan rentang usia 17-26 tahun. Artinya, lebih dari setengah atau 56% suara dikuasai generasi Y dan Z.
Kominfo mencatat generasi milenial atau gen Y berdasarkan laporan Ericsson menunjukkan adanya perhatian khusus terhadap perilaku generasi ini. Salah satu prediksi Ericsson terkait perilaku streaming native atau hobi mengkonsumsi konten video streaming sudah terbukti dengan berbagai data.
Tidak hanya itu, survei Status Literasi Digital Indonesia pada 2022 yang dilakukan Kominfo juga mencatat gabungan generasi Y dan Z menggunakan internet lebih dari 6 jam per hari.
Fenomena ini menimbulkan perkiraan bahwa media sosial akan memegang peranan kunci dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Data Mafindo yang dikutip dari Lemhannas RI menunjukkan “Facebook [49%], WhatsApp [16%], dan Twitter [12%] akan menjadi media utama penyebaran disrupsi informasi.”
Layaknya pedang bermata dua, disrupsi informasi juga akan menimbulkan risiko berbahaya dengan potensi terjadinya penyebaran informasi yang tidak benar atau yang biasa dikategorikan sebagai misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.
Laporan Lemhannas menunjukkan periode sebelum kampanye yang terjadi pada 2018 merupakan momen paling rawan informasi tidak benar tersebar. Pemerintah dan kandidat merupakan sasaran utama dari berbagai kampanye disinformasi.
Kini, Gen Z dan Millennial mulai mempertimbangkan hak pilihnya, mereka tidak mau salah memilih, berujung dengan golput (golongan putih).
Namun juga tidak menutup kemungkinan bagi Gen Z dan Milenial untuk golput saat Pemilu 2024 nanti. Terlebih banyak mereka yang memilih jalan untuk tidak menggunakan hak suara dalam kepentingan politik Indonesia.
Bagi Gen Z dan Milenial memikirkan kepentingan sendiri pun sudah menjadi beban, apalagi ditambah dengan mencampuri kepentingan politik negara.
Alasan mereka untuk golput karena tidak yakin suaranya akan didengar ketika membela kebenaran atau keadilan. Banyak yang masih bingung mencari informasi tepat, valid dan terpercaya tentang berbagai capres mendatang.
Namun, seiring berkembangnya teknologi, mereka memanfaatkan hal tersebut untuk mencari infromasi yang valid dan terpercaya. Generasi yang berteman dengan teknologi saat ini, hendak berpikir secara (open minded) terbuka dan kritis, diharapkan agar dapat lebih bijak dalam mengolah informasi. Dari kelebihan tersebut mereka tentu membantu Indonesia untuk menemukan pemimpin yang terbaik.
Generasi ini juga dapat memperjuangkan demokrasinya tanpa perlu turun ke lapangan dan berpidato di depan gedung-gedung pemerintah, dengan berjuang memanfaatkan hak pilih sebaik-baiknya. Karena hak suara mereka sangat berarti untuk membangun negara ke depannya.
Golput Menurun
Jika menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 34,75 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih (golput) pada pemilu tahun2019. Angka ini setara dengan 18,02% dari seluruh daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 yang sebanyak 192,77 juta orang.
Jumlah pemilih golput pada Pemilu 2019 menurun 40,69% dibandingkan periode sebelumnya. Pada Pemilu 2014, jumlah pemilih golput mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%.
Berdasarkan penghitungan suara yang dikumpulkan di 33 provinsi, Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 53,15% atau 70.633.576 suara pada pilpres 2014 untuk menjadi presiden.
Artinya, suara Golput nyaris menyamai perolehan pemenang.
Sumber: CNBC Indonesia