Pasar modal di Indonesia ternyata menjadi salah satu yang paling disoroti dunia di tahun 2023. Hal ini terlihat dari jumlah initial public offering (IPO) di Indonesia yang meningkat tajam.
Dalam data yang disajikan Dealogic, Indonesia saat ini menempati peringkat sebagai pasar terbesar keempat di dunia untuk perusahaan yang baru terdaftar jika diukur dari jumlah modal yang terkumpul. RI hanya kalah dari China, Amerika Serikat (AS), dan Uni Emirat Arab (UEA).
Bahkan, Indonesia telah mengambil alih Hong Kong, yang lama menjadi salah satu pasar IPO teratas, untuk pertama kalinya sejak 1995. Tak hanya Hong Kong, RI juga meninggalkan kekuatan ekonomi besar seperti India, Korea Selatan, dan Jepang.
“Tahun ini kemungkinan akan menjadi yang terbaik untuk Indonesia,” kata pengamat pasar modal ekuitas Asia di Dealogic, Perris Lee, kepada CNN International, Senin, (29/5/2023).
Melawan Tren Global
Ada beberapa penyebab terkait boomingnya industri pasar modal di Indonesia. Pertama, yakni sikap investor yang menarik diri dari pasar ekuitas negara maju selama setahun terakhir karena kenaikan suku bunga yang mendorong biaya modal.
Pasar IPO AS, biasanya yang terbesar di dunia, telah menderita karena ketergantungannya pada perusahaan teknologi yang sangat sensitif terhadap suku bunga. Hong Kong, di sisi lain, tertahan oleh valuasi yang buruk dan warisan penguncian Covid yang ketat.
Di saat-saat seperti ini, Indonesia muncul kuat dengan didasarkan oleh keunggulan fundamentalnya. Banyak perusahaan yang go public adalah produsen logam, didukung oleh lonjakan harga komoditas tahun lalu.
Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dan memiliki deposit kobalt serta tembaga yang sangat besar. Ketiga logam tersebut digunakan untuk membuat baterai pada kendaraan listrik, tembaga merupakan bahan utama panel surya, dan kobalt merupakan bagian penting dari magnet yang digunakan pada turbin angin.
Dalam pantauan CNBC Indonesia, pada April 2023, Emiten tambang usaha bijih nikel PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) menjadi emiten nikel terbesar RI. Ini terlihat dari kapitalisasi pasar (market cap) NCKL yang mencapai Rp81,40 triliun.
Iklim Investasi Menarik
Indonesia memiliki andil besar dalam menarik investor. Sejauh ini, pemerintah mempercepat privatisasi perusahaan milik negara melalui IPO dan mendorong produsen baterai asing untuk berinvestasi di negara tersebut.
Indonesia juga juga telah membuat tawaran jangka panjang untuk menciptakan kartel negara-negara pengekspor nikel, mirip dengan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang memiliki pengaruh besar atas harga minyak dunia.
“Sebagian besar IPO Indonesia tahun ini berasal dari pencatatan sejumlah badan usaha milik negara,” kata Roderick Snell, seorang manajer investasi di pasar negara berkembang di Baillie Gifford, kepada CNN.
“Membuat mereka terdaftar akan mengarah pada peningkatan efisiensi (perusahaan) dari waktu ke waktu… menghasilkan investasi yang signifikan di negara yang belum pernah kita lihat sebelumnya.”
Sejak terpilih pada 2014 lalu, Presiden Joko Widodo telah memberlakukan beberapa larangan ekspor komoditas mentah sebagai cara untuk memaksa perusahaan asing memproses bahan di dalam negeri, menarik investasi dari luar negeri, dan meningkatkan nilai produk akhir.
Baru-baru ini, pada tahun 2020, Indonesia melarang ekspor bijih nikel. RI juga berencana untuk memperkenalkan larangan pengiriman tembaga, dan bijih besi dan aluminium.
Manuver ini terlihat membuahkan hasil. Pada tahun 2022, total investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia mencapai US$ 44 miliar atau setara Rp 658 triliun, tertinggi tahunan sepanjang masa dan meningkat 44% dari tahun sebelumnya.
“Keyakinan kami yang meningkat pada (perusahaan Indonesia) berasal dari bagaimana pemerintahnya memaksimalkan potensi bahan bakunya yang melimpah,” tambah Snell.
Pasar yang Menjanjikan
Bukan hanya logam negara yang menarik investor. Didukung 274 juta populasi, output ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 4,3% selama dekade terakhir.
Menurut Bank Dunia, jumlah warga Indonesia yang berhasil mencapai ekonomi kelas menengah naik 3 kali lipat antara tahun 2002 dan 2016 menjadi 52 juta. Kelompok masyarakat tersebut sekarang menyumbang hampir setengah dari konsumsi domestik.
“Kami masih melihat percepatan dalam ekonomi domestik dan, sebagai hasilnya, dengan banyak perusahaan yang kami pegang, kami melihat pendapatan datang di atas ekspektasi analis,” kata Emily Fletcher, fund manager di BlackRock.
Sumber: CNBC Indonesia