Friday, October 4, 2024
HomeAsiaDinasti Politik, Praktik Korupsi, dan Kemiskinan di Indonesia

Dinasti Politik, Praktik Korupsi, dan Kemiskinan di Indonesia


Tulisan ini berupaya memberikan gambaran secara akademis dan pandangan objektif bagaimana fenomena praktek dinasti politik dalam sistem pemerintahan dari level pusat hingga daerah dan bagaimana pengaruhnya terhadap praktek korupsi di Indonesia.

Pertama, definisi dinasti politik menurut Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang atau dalam lingkup kerabat yang masih terkait dalam hubungan keluarga dalam sistem pemerintahan.

Isu dinasti politik akhir-akhir ini menjadi pembicaraan publik setelah terpilihnya Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto Djojohadikusumo sebagai calon presiden 2024.

Banyak pro dan kontra terkait penetapan Gibran sebagai cawapres dari koalisi Indonesia maju dimana Gibran merupakan kader aktif partai PDI Perjuangan yang telah mengusung Ganjar dan Mahfud sebagai capres-cawapres dari PDI Perjuangan.

Di lain sisi, sidang keputusan MKMK yang telah menetapkan ketua MK Anwar Usman telah melanggar kode etik dengan meloloskan Gibran yang merupakan kerabatnya sendiri dan putra Presiden Jokowi yang sejatinya belum mencapai batas usia minimal cawapres yakni 40 tahun sehingga berdampak diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua MK.

Asal Usul Dinasti Politik di Indonesia
Pertama, berbicara fenomena dinasti politik dalam sistem tata pemerintahan Indonesia bukanlah hal yang baru dan ini sudah terjadi sejak zaman kerajaan jauh berabad silam. Ditemukannya prasasti Yupa di Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur, yang menandakan warisan tahta kepemimpinan digantikan dari kepemimpinan Aswawarman kepada anaknya yakni Mulawarman untuk melanjutkan pemerintahan pada masa itu.

Praktik dinasti politik ini terus berlanjut pada masa kolonial, kemerdekaan hingga masa reformasi. Periodisasi dinasti politik semakin subur dari level pusat hingga level daerah hingga diterbitkannya otonomi daerah memungkinkan praktek dinasti politik ini terus subur hingga saat ini.

Praktik dinasti politik memiliki dampak yang cukup buruk, seperti rawannya praktik korupsi dan nepotisme, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan hingga penguasaan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi.

Akan tetapi, praktek dinasti politik ini juga memiliki dampak positif, yaitu memastikan kontinuitas keberlanjutan kepemimpinan dengan kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya dan kepemimpinannya sudah dikenal oleh publik.

Dinasti Politik dan Kemiskinan di Indonesia
Studi mengenai praktek dinasti politik dan pengaruhnya terhadap potret kemiskinan menarik untuk didiskusikan. Studi yang dilakukan oleh Sujarwoto tahun 2015 dari Universitas Brawijaya menunjukkan praktik dinasti politik berdampak buruk terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di daerah dalam masa desentralisasi.

Studi yang meneliti dengan menggunakan Survei Sosial Ekonomi Indonesia (Susenas) tahun 2013 ini menunjukkan praktek dinasti politik signifikan terhadap peningkatan kemiskinan di kabupaten/kota di Indonesia. Dengan demikian, meskipun memiliki beberapa keunggulan dari praktek dinasti politik ini secara umum berdampak buruk bagi pembangunan kesejahteraan manusia sehingga akan melambatnya proses pembangunan untuk mencapai kemajuan bagi Indonesia.

Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan publik masyarakat dituntut lebih cerdas dalam memilih calon pemimpin yang berkualitas tinggi sehingga kepemimpinan di masa depan dirawat oleh publik yang memiliki cita-cita besar untuk membangun Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar dan maju di dunia.

Lebih lanjut, praktik dinasti politik dan upaya penanggulangan kemiskinan semakin sulit untuk dimitigasi. Praktek dinasti politik telah membudaya dan pengaruh kekuasaan yang membiarkan praktik ini terjadi hingga saat ini memberikan harapan yang sulit dilakukan oleh generasi muda.

Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan oleh pemerintah secara serius dengan memberikan upaya kontrol publik untuk mengevaluasi proses pembangunan dengan memastikan sosok pemimpin yang dipilih memiliki perhatian tinggi meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan Indonesia di masa depan.

Dinasti Politik dan Praktik Korupsi
Dinasti politik erat kaitannya dengan maraknya penyalahgunaan kekuasaan di pemerintahan. Sejak diterbitkannya sistem desentralisasi pemerintahan dan dianulirnya Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah sehingga tidak adanya larangan dan pembatasan praktik dinasti politik dalam regulasi pemerintahan.

Studi yang dilakukan oleh Bardhan dan Mokherjee (2005) di India terkait desentralisasi dan program kemiskinan berdampak terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh kalangan para elit sehingga meningkatnya praktek korupsi.

Beberapa penyebab yang terjadi, yaitu: pengelolaan sumber daya oleh daerah yang menguntungkan kalangan elit, kebijakan yang tidak efisien dan tidak menyasar kepada kelompok masyarakat yang rentan, dan menghasilkan kelembagaan yang tidak sehat dan pembusukan bagi institusi itu sendiri (Sujarwoto, 2015).

Dengan demikian, jika dilihat praktik dinasti politik di Indonesia tidak jauh berbeda sehingga sangat berbahaya bagi Indonesia yang memiliki ideologi pancasila sebagai ideologi negara yang menjunjung tinggi keadilan sosial.

Jika dilihat praktek dinasti politik cukup membahayakan regenerasi kepemimpinan Indonesia ke depan. Penguasaan kepemimpinan pusat dan daerah oleh elite tertentu akan membuka ruang penurunan kualitas demokrasi, kebijakan yang tidak pro rakyat, dan tentu terhambatnya penegakkan anti korupsi di suatu negara.

Praktik dinasti politik dapat membuat krisis kepemimpinan dan keteladanan dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan. Sulitnya bagi calon pemerintah daerah terpilih yang bukan berasal dari kalangan elite tertentu membuat kekuasaan menjadi otoriter dan dipenuhi dengan kepentingan yang sangat kuat dan suburnya oligarki. Hal ini sejak reformasi 1998 hingga saat ini kekuasaan oligarki semakin subur dan sulitnya diberantas.

Langkah ke Depan
Kepemimpinan Indonesia di masa depan ditentukan dari kualitas pemimpin sekarang dan kualitas masyarakatnya. Kepemimpinan Indonesia harus membuka ruang yang terbuka lebar bagi siapa saja yang memiliki kapasitas untuk mampu memimpin.

Kualitas calon pemimpin ditentukan dari kapasitas intelektual dan kerja kerasnya untuk membangun masyarakatnya bukan ditentukan dari kekuatan elektoral yang belum mampu teruji memimpin masyarakat hanya berdasarkan kekuasaan kalangan elite politik. Calon pemimpin sekarang harus mampu melihat permasalahan masyarakat dan memberikan solusi terbaik untuk pembangunan Indonesia.

Sumber

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

- Advertisment -

Most Popular