Monday, October 14, 2024
HomeAsiaBMKG Jelaskan Ancaman Kekeringan yang Disebut Jokowi Ancam RI

BMKG Jelaskan Ancaman Kekeringan yang Disebut Jokowi Ancam RI


Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan agar tak main-main dengan urusan kekeringan dan gelombang panas. Karena efeknya juga akan berdampak ke inflasi.

Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendali Inflasi 2024, Jumat (14/6/2024). Jokowi mengutip pernyataan Sekjen PBB yang menyebutkan, dunia menuju neraka iklim.

Karena itu, dia memerintahkan semua jajaran pemerintahan agar mengantisipasi potensi penurunan produksi pangan nasional. Dengan begitu, akan dapat membantu menahan laju inflasi di dalam negeri. 

Jokowi juga memerintahkan agar 3 bulan ini, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kodam-Kodam dan TNI, untuk secepatnya memasang dan membangun pompa-pompa. Targetnya, 20.000-an pompa harus terpasang, terutama di daerah-daerah produksi, seperti beras.

Dengan begitu, tegas Jokowi, pada saat terjadi kekeringan di bulan Juli, Agustus, dan September 2024, Indonesia sudah bisa mengantisipasi dan menekan dampaknya terhadap produksi pangan RI.

Seperti diketahui, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis prakiraan kondisi kekeringan selama musim kemarau di RI akan mendominasi hingga bulan September 2024. Sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan terutama wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) yang cukup panjang.

Menurut BMKG, berdasarkan Zona Musim (ZOM), sebanyak 41% wilayah Indonesia masuk musim kemarau. Wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, sebagian Sumatra Selatan, sebagian Lampung sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, Yogya, Jawa Timur, sebagian Bali, sebagian NTT dan NTB, sebagian Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, sebagian Papua Selatan.

Plt. Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengatakan, tingkat kekeringan di wilayah-wilayah Indonesia berbeda-beda. 

“Ini sudah bulan Juni, pada Juli-Agustus akan menjadi puncak kemarau, mungkin September. Seperti yang disampaikan Bapak Presiden tadi, kita harus siap-siap. Jangan sampai terjadi kekurangan air yang kemudian menyebabkan produksi pangan menurun. Apalagi, disebutkan ada ancaman kelaparan di tahun 2050,” katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/6/2024).

“Presiden menyebutkan akan ada 20.000-an pompa akan dibangun. Kami bersama Kementerian PUPR juga bekerja sama, terutama karena ada kebutuhan mengisi irigasi. BMKG melakukan modifikasi cuaca untuk mengisi waduk-bendungan di Jawa. Jawa sudah selesai, kami akan sekarang sedang lakukan di Sumatra dan Kalimantan. Ini bagian dari upaya respons cepat seperti yang diperintahkan Presiden, agar kita siap sehingga tidak ada persoalan,” tambahnya.

Pada tanggal 20 Juni ini, ujar Seto, pihaknya akan melakukan modifikasi cuaca di wilayah gambut Riau. Kemudian akan dilakukan di Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

Seto menjelaskan, musim kemarau tahun ini memang akan diwarnai dengan adanya fenomena iklim La Nina. Sebagai informasi, La Nina berdampak pada peningkatan curah hujan, berbalik dengan El Nino yang memicu kekeringan ekstrem saat musim kemarau. 

“Hanya saja, La Nina tahun ini adalah La Nina lemah. Dampaknya akan berbeda-beda. Karena musim kemarau di wilayah-wilayah Indonesia itu berbeda-beda. Ada yang di bawah normal, artinya lebih kering. Ada yang normal, ada di atas normal. Jadi dampak La Nina tergantung karakteristik kemaraunya,” terang Seto.

“Intensitas kekeringan saat musim kemarau di daerah-daerah Indonesia juga akan berbeda-beda. Untuk itu, kita siap-siap mengantisipasi, baik lewat teknologi modifikasi cuaca, pompanisasi, dan lainnya. Kita semua bergerak,” pungkasnya.

Sumber: CNBC

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

- Advertisment -

Most Popular