Friday, October 4, 2024
HomeAsia79 Tahun RI: Belum Bisa Merdeka Dari Utang, Justru Makin Menumpuk!

79 Tahun RI: Belum Bisa Merdeka Dari Utang, Justru Makin Menumpuk!


Jakarta, CNBC Indonesia – Masyarakat Indonesia tampaknya tidak tenang melihat utang Indonesia yang menembus Rp8.500 triliun. Ungkapan keluh kesah masyarakat dituangkan di media sosial seperti X maupun Instagram. Ungkapan tersebut bermuara pada ke pertanyaan, kapan Indonesia merdeka dari ngutang?

Bagi masyarakat, utang pemerintah sangatlah besar. Per Juli 2024, utang pemerintah kini tembus Rp 8.502,69 triliun, atau naik sekitar Rp 57,82 triliun dalam sebulan.

Meskipun begitu, rasio utang terhadap PDB per Juli 2024 hanya mencapai 38,68% atau turun dari per Juni 2024 sebesar 39.13% PDB.

Sementara itu menurut catatan Bank Indonesia, utang luar negeri Indonesia mencapai US$408.620 juta atau Rp6.537,92 triliun (kurs=Rp16.000/US$) per Juni 2024.

Berdasarkan data Bank Indonesia, berdasarkan sektor ekonomi, utang Indonesia paling besar untuk jasa keuangan dan asuransi dengan nilai US$77.503 juta atau Rp1240,05 triliun.

Selanjutnya utang luar negeri Indonesia disalurkan ke sektor manufaktur atau industri pengolahan dengan nilai Rp778,09 triliun.

Menurut kelompok peminjam, utang Indonesia dibagi menjadi dua yakni pemerintah & bank sentral lalu swasta. Pinjaman yang berasal dari swasta terdiri dari bank, lembaga keuangan non bank, dan bukan lembaga keuangan.

Tujuan penggunaan utang luar negeri swasta banyak digunakan untuk modal kerja dan investasi. Nilai utang untuk modal kerja mencapai US$94.283 juta atau Rp1.508,53 triliun. Sementara untuk investasi senilai US$83.724 miliar atau Rp1.339,58 triliun.

Kapan Indonesia Merdeka Hutang?

Kalau pertanyaan apakah Indonesia bisa segera bebas hutang, tampaknya jawabannya masih belum bisa. Sebab kondisi Indonesia saat ini yang masih fase mengejar pembangunan.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan alasan mengapa negara melakukan utang adalah bertujuan mengejar ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas. Masalah infrastruktur dan konektivitas tersebut dianggap jadi penyebab tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat. 

Maka dari itu, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif, belanja lebih besar ketimbang pendapatan untuk mendorong ekonomi untuk mengejar infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia.

Saat kebutuhan pemerintah sangat besar, sementara pendapatan tidak mencukupi maka akan menghasilkan gap atau selisih. Hal ini yang kemudian ditutup dengan utang.

Pertimbangan menutup defisit dengan utang adalah kebutuhan untuk pembangunan merupakan kebutuhan yang harus segera diwujudkan tanpa penundaan.

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini dan jangka panjang akan menaikkan jumlah investasi baru dan meningkatkan daya saing serta daya beli. Pada akhirnya, penerimaan pajak di masa yang akan datang dapat digunakan untuk membayar kembali utang yang dikeluarkan saat ini.

Sumber

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

- Advertisment -

Most Popular